Breaking News

Potensi Lobster Aceh Dilirik Investor Asing, Pemerintah Siapkan Penangkaran Ramah Lingkungan

BANDA ACEH | Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), kembali menunjukkan komitmen kuatnya dalam menggerakkan ekonomi rakyat melalui sektor kelautan dan perikanan. Langkah Mualem yang turun langsung memanen lobster di keramba milik nelayan Ulee Lheue, Kota Banda Aceh, Selasa (4/11/2025), menjadi simbol kebangkitan baru Aceh dari laut.

Aksi ini bukan hanya seremonial, melainkan pernyataan politik ekonomi yang tegas: Aceh siap menjadi pusat ekspor benih dan lobster hasil budidaya ke mancanegara.

Plt Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Kariamansyah, S.Hut., M.P., melalui Kabid Perikanan Tangkap, Samsul Bahri, S.Pi., M.Si., 

menyampaikan dukungan penuh terhadap langkah Gubernur Mualem dan Ketua Tim Khusus Investasi Aceh, Abu Salam, yang tengah menyusun peta jalan pengembangan industri lobster berbasis penangkaran.

“Kami sangat mendukung langkah Mualem dalam mendorong ekspor benih lobster Aceh. Bibit lobster hasil tangkapan alam perlu ditangkarkan sebelum dibudidayakan atau diekspor sesuai ketentuan hukum dan konservasi,” ujar Samsul.

Menurut Samsul Bahri, potensi benih lobster di Aceh sangat besar dan tersebar di berbagai wilayah pesisir seperti Aceh Jaya, Simeulue, Sabang, Aceh Singkil, dan sebagian pesisir timur. Wilayah-wilayah ini dikenal memiliki perairan dangkal dan berkarang, tempat ideal bagi habitat lobster alam. “Jika potensi ini kita kelola dengan tata niaga yang jelas, maka ekonomi masyarakat pesisir akan bergairah dan kesejahteraan nelayan akan meningkat tajam,” jelasnya.

Pemerintah Aceh saat ini tengah melakukan koordinasi intensif dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menyusun regulasi baru terkait tata kelola lobster. Regulasi tersebut akan dituangkan dalam revisi Qanun Perikanan Aceh Nomor 7 Tahun 2015, yang mengatur mekanisme penangkapan, penangkaran, hingga ekspor lobster dan komoditas laut bernilai ekonomi tinggi lainnya.

“Regulasi ini akan menjadi tonggak penting agar kegiatan ekspor berjalan legal, berkelanjutan, dan menyejahterakan nelayan Aceh,” tambah Samsul.

Ia juga menyoroti bahwa lemahnya regulasi sebelumnya membuat banyak benih lobster Aceh justru diselundupkan ke luar negeri. “Faktanya, benih dari laut Aceh ditemukan di pasar Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Ini kerugian besar bagi kita. Karena itu, Mualem sangat tepat menegaskan bahwa ekspor lobster harus dikelola Aceh sendiri dengan izin dan pengawasan resmi,” tegasnya.

Menurut Samsul, dengan dukungan pemerintah daerah dan regulasi yang kuat, Aceh berpeluang besar menjadi pusat ekspor lobster resmi di Indonesia bagian barat.

Sementara itu, Fajarul Arwalis, pemerhati kebijakan publik Aceh, memuji langkah cepat Mualem sebagai strategi jangka panjang untuk menghidupkan kembali sektor kelautan yang selama ini terpinggirkan. “Apa yang dilakukan Mualem bukan sekadar simbol, tapi langkah strategis membangun ekonomi pesisir. Sektor kelautan adalah potensi emas yang belum digarap maksimal, dan lobster bisa menjadi komoditas unggulan yang mendunia,” ujarnya.

Fajarul juga menekankan bahwa keberhasilan program ini membutuhkan sinergi antara pemerintah, investor, dan masyarakat nelayan. Ia menilai model kemitraan berbasis koperasi nelayan yang didorong Abu Salam bersama DKP Aceh bisa menjadi solusi terbaik. “Jika semua pihak bekerja selaras, maka ekonomi maritim Aceh bisa menjadi tulang punggung baru PAD, sekaligus menekan angka kemiskinan di daerah pesisir,” jelasnya.

Menutup pernyataannya, Samsul Bahri mengajak seluruh elemen untuk mendukung kebijakan Gubernur Aceh tersebut. “Ini bukan hanya tentang ekspor lobster, tetapi tentang kebangkitan ekonomi Aceh dari laut. Kita ingin menunjukkan bahwa laut Aceh bukan sekadar sumber kehidupan, tapi juga sumber kebanggaan dan kesejahteraan. Saatnya Aceh bangkit, berdaulat, dan berjaya di sektor kelautan,” pungkasnya penuh optimisme.

Sumber : Joko
Editor    : Redaksi
© Copyright 2022 - Asumsi Publik - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini