Breaking News

Kejari Bireuen Kembali Hentikan Perkara Kasus Penelantaran Warga Gp Mulia Peudada Melalui "Restorative Justice"

BIREUEN | Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Munawal Hadi, S.H.,M.H didamping Kasi Pidum Dedi Maryadi,S.H.,M.H serta Jaksa Fasilitator melakukan upaya penghentian penuntutan perkara penelantaran.

Penghentian penuntutan perkara penelantaran berdasarkan keadilan restorative (Restorative Justice) atas nama tersangka (M) dengan korban (F), berlangsung di ruang rapat Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen, Jumat 12 Mei 2023.

Jaksa Penuntut Umum selaku Fasilitator membuka proses perdamaian setelah menjelaskan maksud dan tujuan serta tahapan Pelaksanaan Proses Perdamaian (Sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021).

Selanjutnya kedua belah pihak bersedia untuk berdamai dengan menandatangani kesepakatan perdamaian.

Dikatakan Munawal, tersangka telah menyadari apa yang telah dilakukannya adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum, telah meminta maaf kepada Korban dan menyesali perbuatannya.

Korban/orang tua/wali/pendamping korban sepakat untuk melakukan perdamaian dengan tersangka.Tokoh Masyarakat berharap kejadian tersebut tidak terulang kembali.

“Setelah dilakukan proses perdamaian, para pihak sepakat perdamaian dilakukan dengan syarat menyerahkan uang sejumlah Rp24.000.000, dari tersangka untuk biaya Pengganti nafkah selama 11 bulan korban tidak diberi nafkah,” sebutnya.

Adapun Kronologis kejadian penelantaran tersebut sebagai berikut,  pada Jumat, 24 Juni 2022 sekira pukul 16.30 WIB  di rumah orang tua korban FM tepatnya di Desa Gampong Mulia, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen.

Korban FM menelpon tersangka M  menanyakan keberadaannya, karena tersangka sudah 4 hari tidak pulang ke rumah orang tua korban FM.

Namun baru saja korban FM mengucapkan salam, tersangka M langsung menanyakan keberadaan ibu kandung korban FM yaitu saksi N dan tersangka menyuruh memberikan handphone kepada saksi.

Dan setelah Korban FM berikan handphone kepada saksi N, tersangka menyuruh saksi untuk berbicara dengannya tanpa didengar oleh korban FM.

Namun dikarenakan saksi N tidak enak hati mendengar perkataan dari tersangka, maka saksi membesarkan volume handphone dan korban FM ikut mendengarkan pembicaraan antara saksi  dengan tersangka.

Pada saat itu tersangka mengatakan tidak akan pulang ke rumah orang tua korban FM selamanya dengan alasan korban FM tidak melayani tersangka dengan baik serta korban FM tidak dapat memuaskannya saat melakukan hubungan suami istri.

Setelah mengatakan hal tersebut tersangka  langsung menutup telepon dan menonaktifkan handphonenya sehingga korban FM tidak dapat berkomunikasi kembali untuk menanyakan perkataan dari tersangka.

Setelah hari itu tersangka tidak pernah lagi menelepon korban FM dan tidak pernah pulang kerumah korban FM.

Bahkan setelah hari itu, korban FM tidak pernah lagi dinafkahi baik secara lahir maupun bathin oleh tersangka.

Semenjak tersangka M tidak pulang ke rumah orang tua korban FM dan tidak memberikan nafkah baik lahir maupun bathin kepada korban FM.

Selanjutnya yang memberikan uang untuk kebutuhan hidup korban FM adalah orang tua korban FM yaitu saksi N.

Tersangka M adalah suami sah dari korban FM sesuai dengan Kutipan Akta Nikah korban FM dengan tersangka M yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Peudada dengan Nomor : 0062/014/V/2022 tanggal 17 Mei 2022.

Semenjak tersangka  meninggalkan korban FM, sejak 24 Juni 2022 sampai dengan  Mei 2023 (11 bulan), tersangka tidak lagi memberikan kehidupan, perawatan dan pemeliharaan terhadap korban sebagai istri sahnya.

Akibat perbuatannya tersebut tersangka disangka telah melanggar Pasal  49 Huruf (a) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. [Ir/Red]

© Copyright 2022 - Asumsi Publik - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini