Breaking News

Koordinator Mediator Paralegal Perwakilan Aceh, Mengecam Pemerintah Terkait Penghapusan Bukti Sejarah Pelanggaran HAM di Rumoh Geudong

ACEHPemerintah Pusat dijadwalkan bakal menggelar kick-off penyelesaian secara non-yudisial kasus pelanggaran HAM masa lalu, pada 27 Juni 2023 di Aceh, tepatnya ke kawasan situs penyiksaan Rumoh Geudong yang terletak di Gampong Bilie Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Pidie.

Menyikapi hal tersebut, Koordinator Mediator Paralegal Perwakilan Aceh Irfadi, S.Pd.I, NL.P., mengecam pemerintah terkait pengalihan fungsi bukti sejarah Pelanggaran HAM berat Rumoh Geudong di Pidie.

Menurutnya, pelanggaran Ham yang terjadi di Rumoh Geudong tersebut juga tidak beda dengan bukti sejarah yang terjadi dijakarta sebelumnya pada masa kekejaman pengkhianatan PKI yang tidak wajar, serta memanfaatkan lubang buaya (sumur) yang begitu sadis.

Dilihat dari hal itu tragedi tersebut, kenapa tidak bisa untuk melestarikan kembali bukti sejarah, kenapa harus mesti dirobohkan? Kan kalau kita memahami sejarah, ya g namanya pelanggaran HAM, maka disitulah adanya Monumen bersejarah, Anehnya lagi dengan alasan PJ sebagaimana dikutip dalam keterangan beberapa media online, merobohkan itu dengan membangun mesjid agar generasi akan datang tidak merasa dendam," kajian tersebut bagi kita rakyat Aceh tidak masuk akal, hanya saja menghilangkan bukti sejarah, itu sudah jelas. Ujar Irfadi.

Koordinator Paralegal Perwakilan Aceh juga menambahkan dan mengatakan jika ingin menyelesaikan kasus Pelanggaran HAM di Aceh, bukan dengan menghapus bukti sejarah yang ada. "Kami sangat mengecam apa yang di lakukan pemerintah, ini merupakan salah satu bagian untuk menghilangkan dan pemusnahan bukti sejarah," kata irfadi Sabtu sore (24/6/2023).

"Jika memang ingin menyelesaikan kasus HAM diaceh bukan begini caranya, paling tidak monumen sejarah terlihat dan jadi tempat sejarah yang selayaknya dikunjungi para pendatang dari luar Aceh., Kalau seperti ini sama saja ingin manguburkan sejarah rakyat Aceh," tegasnya.

Berdasarkan informasi yang diterima dari beberapa pihak dan media online, penghancuran bangunan di sekeliling Rumoh Geudong sudah dilakukan sejak, Selasa (20/6/2023).

Ia lantas mengutip buku Architect of Deception. Bahwa ada tiga cara untuk melemahkan dan menjajah suatu negeri. Pertama kuburkan sejarahnya, hancurkan bukti sejarahnya agar tak bisa dibuktikan kebenarannya dan ketiga putuskan hubungan leluhurnya. "Kalau kita kaji Ini yang terjadi di Aceh terhadap rumoh Geudong dipidie" kata Irfadi.

Amnesty International Indonesia merilis sebagaimana dilansir dalam media serambinews, penghancuran sisa bangunan Rumoh Geudong, salah satu situs pelanggaran HAM berat di Kabupaten Pidie, Aceh terjadi pada 19-21 Juni 2023. 

Pada Rabu, 21 Juni 2023, ekskavator membobol sisa-sisa dinding dapur, sisa-sisa dinding kamar mandi, sisa-sisa dinding WC, dan undakan rumah tersebut. Sisa dinding rumah dihancurkan dan sumur ditimbun dalam semalam.

Rumoh Geudong dibangun pada tahun 1818 oleh Ampon Raja Lamkuta, uleebalang yang tinggal di Rumoh Raya yang berjarak sekitar 200 meter dari Rumoh Geudong. 

Semasa perang dengan Belanda, Rumoh Geudong sering digunakan sebagai pos pengatur strategi perang oleh Raja Lamkuta. 

Setelah Raja Lamkuta wafat, Rumoh Geudong ditempati oleh adiknya, Teuku Cut Ahmad, kemudian Teuku Keujren Rahmad, Teuku Keujren Husein, dan Teuku Keujren Gade. 

Rumoh Geudong juga dijadikan sebagai basis perjuangan melawan tentara Jepang. Sejak masa Jepang hingga Indonesia merdeka, rumah itu dihuni oleh Teuku Raja Umar dan keturunannya, anak dari Teuku Keujreh Husein.

Saat pemerintah Indonesia memberlakukan Operasi Militer di Aceh, pada April 1990, Rumoh Geudong ditempati oleh tentara tanpa seizin pemiliknya.[Red]

© Copyright 2022 - Asumsi Publik - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini