BANDA ACEH | Pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Bustami Hamzah, SE, M.Si dan H.M.Fadhil Rahmi, Lc, M.Ag, tanggapi dan merespons keras keputusan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang memutuskan pasangan tersebut tidak memenuhi syarat (TMS) untuk ikut Pilkada 2024.
Bustami dan Fadhil Rahmi dalam pernyataan khusus yang diterima media ini menyatakan akan melakukan perlawanan secara hukum. Menurut Bustami, keputusan ini bentuk penzaliman terhadap pihaknya.
Terkesan, Keputusan KIP Aceh kurang jelas dan terlalu mengada-ngada, tidak obyektif, dan cenderung hanya menguntungkan pihak tertentu. "Oleh Karenanya, saya akan melawan keputusan ini,” tandas Bustami didampingi calon wakilnya, Fadhil Rahmi, Minggu, 22 September 2024.
Bentuk perlawanan yang akan ditempuh oleh Pasangan Bustami bersama Syech Fadhil yaitu melaporkan keputusan KIP Aceh tersebut ke Panwaslih Aceh, selanjutnya menggugat ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan melaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, serta menggugat seluruh komisioner KIP Aceh ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta.
Rencana busuk,
Beberapa hari sebelumnya memang sudah terlihat setingan dan rencana busuk yang ingin dipertontonkan keseluruhan masyarakat Aceh, tapi tidak apa-apa, masyarakat aceh bisa menilai sendiri siapa yang merusak demokrasi, ujar Bustami.
Rencana itu, awalnya sudah nampak 10 September 2024, saat menegur Bustami Hamzah Oleh DPRA agar tidak boleh Teken MoU Karana belum ada wakil, padahal dalam status itu, wakilnya kan meninggal bukan hal yang direncakan, bisa saja diteken oleh Bustami terlebih dahulu, kemudian acara pendatangan itu murni ditunggangi langsung oleh KIP, sedangkan DPRA menyiapkan Fasilitas serta menyaksikannya bersama. Nah, hal itu menilai keputusan TMS yang dikeluarkan oleh KIP Aceh adalah bentuk penggiringan untuk menciptakan calon tunggal cagub/cawagub Aceh pada Pilkada 2024. "Ini jelas-jelas recana ‘busuk’ yang sengaja dilakukan oleh kelompok tertentu untuk membuat pilgub Aceh hanya ada calon tunggal,” papar mantan Pj Gubernur Aceh Bustami.
“sebelumnya, Saya tidak diizinkan melakukan tanda tangan karena tidak membawa pasangan saya, Tu Sop. Logikanya, bagaimana cara membawa orang yang sudah meninggal ke gedung dewan. Aneh bukan?” ujar Bustami sambil geleng-geleng kepala.
Dalam sidang paripurna tersebut juga disampaikan bahwa DPRA akan melaksanakan acara yang sama pada kesempatan yang lain kepada Bustami setelah mendapatkan calon wagub (pengganti Tu Sop).
“Namun, hal itu tidak pernah dilakukan hingga sampai batas waktu yang ditetapkan,” ungkapnya.
Berkaca dari kasus itu, Bustami menilai bahwa cara-cara seperti itu adalah “kelas murahan”. Mereka telah menunjukkan praktik "menghalalkan” segala cara untuk mendapatkan kekuasaan.
“Bustami menegaskan, hal tersebut saya harus katakan bahwa saya hamba Allah yang tidak menyerah dan takut kepada siapapun, kecuali kepada Allah SWT. Saya harus lawan kezaliman ini,” Pungkasnya.
Editor : Redaksi (Ir)
Social Header