Breaking News

Mahasiswa di Aceh Kritisi Makan Bergizi Gratis Yang Belum Merata, Minta Pihak Terkait Prioritaskan Dulu untuk Anak Pelosok

BANDA ACEH | Program MBG mendapat kritik dari efektivitasnya. Baru-baru ini salah satu Mahasiswa Strata Satu (S1) Fakultas Keperawatan dari Universitas Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh "Safrina, kepada asumsupublik.id, minggu 23 Februari 2025, menjelaskan dan meminta agar program ini lebih difokuskan pada anak-anak di daerah pelosok serta keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.

Sejak diluncurkan beberapa pekan lalu, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) belum merata di seluruh daerah Indonesia. Hingga kini, program ini baru berjalan di sejumlah wilayah dan sekolah tertentu, meski pelaksanaannya memang dilakukan secara bertahap.

Namun, meskipun belum menjangkau seluruh daerah, anggaran yang dikeluarkan untuk program ini sudah tergolong besar, yakni Rp1,2 triliun per hari. Bahkan, alokasi awal sebesar Rp71 triliun direncanakan akan meningkat menjadi Rp100 triliun.

Lebih lanjut, Safrina menyoroti pelaksanaan yang tidak merata di daerah. Ia mencontohkan bahwa di Aceh, program ini lebih dulu dijalankan di wilayah perkotaan, sementara daerah pelosok belum tersentuh.

"Kami tidak menolak programnya, karena secara konsep sudah baik. Tapi yang kami pertanyakan adalah sistemnya. Mengapa anak-anak di pelosok yang lebih membutuhkan justru belum mendapat bantuan?” ujar Safrina Mahasiswa Keperawatan UBBG Banda Aceh Kepada media Minggu, 23 Februari 2025.

Hal tersebut diketahui berdasarkan tinjauan di Kabupaten Bireuen, siswa yang tinggalnya daerah pelosok belum ada, kalau dibandingkan daerah kota pulang ke rumah masih bisa makan dan mendapatkan uang saku. Sementara di pelosok, banyak yang benar-benar membutuhkan asupan gizi tambahan,” tambahnya.

Safrina menilai pemerintah perlu mengevaluasi sistem distribusi MBG agar lebih tepat sasaran. Menurutnya, program ini seharusnya memprioritaskan anak-anak dari keluarga kurang mampu dan yang tinggal di daerah terpencil.

Jika semua anak tanpa terkecuali mendapatkan makan gratis setiap hari, beban anggaran negara akan semakin besar dan sulit dikendalikan. Ia pun mempertanyakan efektivitas program ini dalam jangka panjang.

"Pemerintah harus terus mengalokasikan dana tambahan untuk program ini, sementara banyak pekerja yang justru kehilangan pekerjaan. Jika anggarannya terus meningkat hingga Rp100 triliun, bagaimana kondisi keuangan negara dalam lima tahun ke depan? Apakah ini benar-benar efisien untuk seluruh masyarakat?” Pungkasnya.*

Editor : Redaksi 

© Copyright 2022 - Asumsi Publik - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini