Foto: Ishak, S.H., CPCLE, CPM, selaku penasihat hukum (PH) bersama keluarga korban penganiayaan a.n Ahmad Zaky dan Robi Albaruni, warga Meunasah Mesjid, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireuen (4/2) di Kantor Pengadilan Negeri Bireuen.
BIREUEN | Keluarga korban penganiayaan, Ahmad Zaky dan Robi Albaruni, warga Meunasah Mesjid, Kecamatan Simpang Mamplam, kekecewa terhadap proses hukum yang berjalan di Pengadilan Negeri Bireuen.
Mereka merasa keadilan terhambat karena Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga kali menunda tuntutan terhadap terdakwa RM.Penundaan tuntutan tersebut terjadi pada Rabu, 19 Februari, Selasa, 25 Februari 2025, dan terakhir Selasa, 4 Maret 2025, dengan alasan belum siapnya berkas tuntutan.
Ihwal tersebut diungkapkan Ishak, S.H., CPCLE, CPM, penasihat hukum keluarga korban dalam keterangannya kepada asumsipublik.id pada Selasa (4/3/2025).
Ia menegaskan bahwa keluarga berharap agar JPU segera mengajukan tuntutan yang berat terhadap RM. Pasalnya, perbuatan terdakwa diduga melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 80, serta bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945, yang menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.
Ia menegaskan bahwa keluarga berharap agar JPU segera mengajukan tuntutan yang berat terhadap RM. Pasalnya, perbuatan terdakwa diduga melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 80, serta bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945, yang menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.
Akibat penganiayaan itu, klien kami mengalami luka serius, termasuk muntah darah dan cedera di beberapa bagian tubuh, sehingga harus mendapatkan perawatan medis di rumah sakit," jelas Ishak.
Menurut Ishak, penyidik telah mencoba melakukan mediasi sebanyak tiga kali. Yaitu satu kali di Polres Bireuen dan dua kali di Kejari Bireuen dengan fasilitasi jaksa mediator. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
Sementara itu, RM yang sempat ditahan di Lapas Kelas II Bireuen, kini dilepaskan dengan status tahanan rumah. Keputusan ini semakin menambah kekecewaan pihak keluarga korban yang menuntut agar proses hukum berjalan secara adil dan transparan.
Menurut Ishak, penyidik telah mencoba melakukan mediasi sebanyak tiga kali. Yaitu satu kali di Polres Bireuen dan dua kali di Kejari Bireuen dengan fasilitasi jaksa mediator. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
Sementara itu, RM yang sempat ditahan di Lapas Kelas II Bireuen, kini dilepaskan dengan status tahanan rumah. Keputusan ini semakin menambah kekecewaan pihak keluarga korban yang menuntut agar proses hukum berjalan secara adil dan transparan.
Kami berharap keadilan benar-benar ditegakkan sesuai hukum yang berlaku. Ini adalah permintaan dan harapan dari keluarga korban yang ingin pelaku mendapatkan hukuman setimpal," pungkas Ishak.
Editor : Redaksi
Social Header