Breaking News

Sidang Perkara Jabatan Keuchik di MK, Asrul Sani: Minta Pemohon Revisi Perihal, dan Jelaskan Pasal dianggap Bertentangan

JAKARTA | Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 40/PUU-XXIII/2025 mengenai pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU Pemerintahan Aceh), pada Senin (28/4/2025) di Ruang Sidang MK. Permohonan diajukan oleh lima keuchik (kepala desa) di Aceh, yaitu Venny Kurnia, Syukran, Sunandar, Badaruddin, dan Kadimin.

Para Pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 115 ayat (3) UU Pemerintahan Aceh yang menyebutkan, “Gampong dipimpin oleh keuchik yang dipilih secara langsung dari dan oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya”.

Dalam persidangan yang dipimpin Hakim Konstitusi Arsul Sani, kuasa hukum Pemohon, Febby Dewiyan Yayan menerangkan bahwa Pasal 115 ayat (3) UU Pemerintahan Aceh dinilai telah menghilangkan hak konstitusional para Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (3), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Febby menjelaskan, apabila memperhatikan pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 92/PUU-XXII/2024 tanggal 3 Januari 2025, serta perubahan hukum nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, masa jabatan kepala desa telah diatur selama 8 tahun dan dapat dipilih kembali satu kali.

"UU Nomor 3 Tahun 2024 dan Putusan MK Nomor 92/PUU-XXII/2024 berlaku secara nasional, termasuk untuk Aceh, sejak diundangkan. Namun, pemberlakuan masa jabatan tersebut terganjal oleh ketentuan Pasal 115 ayat (3) UU Pemerintahan Aceh," ujar Febby.

Ia menambahkan, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui surat Nomor 161/1378, serta Pemerintah Aceh melalui surat Nomor 400.14.1.3/11532 tertanggal 23 September 2024 yang ditandatangani Pj. Gubernur Aceh, Safrizal, telah menyatakan tidak keberatan terhadap pemberlakuan UU Desa di Aceh. Meski demikian, keberadaan Pasal 115 ayat (3) UU Pemerintahan Aceh tetap berlaku hingga ada putusan MK yang menyatakan sebaliknya. Febby menegaskan, kewenangan untuk menyatakan suatu norma dalam undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berada pada MK.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 115 ayat (3) UU Pemerintahan Aceh bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Gampong dipimpin oleh keuchik yang dipilih secara langsung dari dan oleh anggota masyarakat untuk masa jabatan 8 (delapan) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Menanggapi permohonan para Pemohon tersebut, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah memberikan nasihat kepada para Pemohon. Guntur menilai format permohonan telah dinilai sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021). Namun, ia mengingatkan agar redaksi pada “perihal” permohonan lebih menegaskan bahwa perkara ini adalah permohonan pengujian materiil.

"Perihal diperbaiki supaya orang langsung tahu bahwa ini pengujian materiil norma pasal. Kata ‘hukumnya’ tidak perlu dicantumkan,” ujar Guntur dalam persidangan.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani menekankan pentingnya uraian yang lebih rinci terhadap landasan pengujian. Arsul meminta agar dalam permohonan dijelaskan secara spesifik bagaimana Pasal 115 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2006 bertentangan dengan masing-masing pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan dasar uji.

"Anda harus uraikan pertentangannya di mana. Misalnya, bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), harus dijelaskan bagaimana pertentangannya. Demikian juga dengan Pasal 1 ayat (3) tentang prinsip negara hukum. Tidak cukup hanya menyampaikan uraian umum lalu menyimpulkan bahwa Pasal 115 ayat (3) bertentangan dengan beberapa pasal UUD 1945,” jelas Arsul menasihati.

Majelis Hakim memberi waktu selama 14 hari kerja kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Adapun batas waktu penyampaian perbaikan permohonan adalah paling lambat Rabu, 14 Mei 2025.

Baca selengkapnya Permohonan Perkara Nomor 40/PUU-XXIII/2025

Sumber : Humas MKRI
Editor    : Redaksi 
© Copyright 2022 - Asumsi Publik - Informasi Berita Terkini dan Terbaru Hari Ini