ACEH | Alumni PJA, sekaligus Alumni Pascasarjana Magister Hukum UNIS Syehk Yusuf Tangerang Jakarta, asal Aceh, kembali mendesak pemerintah pusat agar segera menetapkan bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera, khususnya Aceh, sebagai Bencana Nasional.
Desakan tersebut, kita desak dan kita sampaikan menyusul dampak kerusakan yang dinilai telah melampaui kemampuan penanganan pemerintah daerah.
Irfadi, yang saat ini merupakan sebagai mediator non hakim sekaligus sebagai Paralegal binaan BPHN dan Kemenkumham bekerjasama dengan Mahkamah Agung RI, menegaskan bahwa kondisi di lapangan menunjukkan situasi darurat berskala besar yang tidak dapat lagi ditangani dengan pola penanggulangan bencana biasa.
Ia mengungkapkan, ribuan rumah warga dilaporkan rusak hingga hancur, aktivitas ekonomi masyarakat terhenti, jaringan komunikasi terputus, serta pemadaman listrik berlangsung selama berhari-hari di sejumlah wilayah terdampak.
“Situasi ini bukan lagi darurat daerah, melainkan darurat nasional. Rumah warga rusak, perekonomian lumpuh, akses komunikasi terputus, dan listrik padam. Pemerintah pusat harus hadir secara penuh dan dapat dirasakan langsung pasca bencana banjir,” ujarnya, Sabtu, 13 Desember 2025.
Tak hanya itu, kita melihat kondisi saat ini rakyat Aceh yang terdampak bencana banjir bandang sangat mencekik, baik dari segi kebutuhan sehari-hari seperti makan dan kelayakan tempat tinggal. Selain ini, kami mendorong pemerintah pusat segera melakukan penetapan status bencana nasional, juga meminta Presiden Prabowo Subianto membuka akses terhadap bantuan kemanusiaan dari luar negeri.
Irfadi menilai sejumlah lembaga internasional telah menyatakan kesiapan membantu korban bencana, namun hingga kini belum ada keputusan resmi dari pemerintah pusat. Ada apa,..? Jadi rakyat ingin tahu. Apakah takut kejayaan Aceh sebagaimana terlihat setelah Tsunami sebelumnya, atau ada hal lainnya, adanya dugaan terkait penggundulan hutan (penebangan kayu).
Menurutnya, percepatan respons negara menjadi kunci agar bantuan dapat segera disalurkan kepada masyarakat terdampak. Ia menekankan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar warga, mulai dari pangan, sandang, hingga kebutuhan pokok lainnya.
“Jika negara bergerak cepat, bantuan bisa segera diterima korban. Jangan biarkan masyarakat terus menunggu dalam kondisi sulit,” katanya.
Irfadi, juga menyoroti faktor kerusakan lingkungan sebagai salah satu penyebab utama bencana. Ia menyebut praktik pembalakan liar dan eksploitasi sumber daya alam yang masif di Aceh turut memperparah dampak banjir dan longsor. Ini patut dicurigai.
“Eksploitasi hutan berlangsung bertahun-tahun. Kayu keluar tanpa kendali, alam rusak. Sangat ironis ketika hasil alam terus diambil, tetapi saat rakyat membutuhkan pertolongan, respons justru lamban,” tegasnya.
Ia menilai penetapan status Bencana Nasional akan membuka ruang koordinasi yang lebih cepat dan efektif antar instansi, termasuk pengerahan alat berat, distribusi logistik darurat, serta akses bantuan kemanusiaan dari komunitas internasional.
Hingga saat ini, pasca bencana banjir yang masih menyisakan lumpur di sejumlah kabupaten di Aceh. Ribuan warga terpaksa maish mengungsi, sementara cuaca ekstrem diperkirakan masih akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan." Pungkas Irfadi.
Editor : Redaksi

Social Header